Dahulu, gohyong menggunakan daging babi atau seafood, misalnya udang. Namun, kini gohyong menggunakan daging yang lebih variatif dan bisa dinikmati banyak kalangan.

Daging cincang tersebut dicampur dengan bubuk lima rempah dan disajikan dengan cara digoreng. Tak jarang, gohyong juga dicampur dengan sayuran bervariasi.

Sementara itu, bubuk lima rempah adalah bubuk yang mewakili lima rasa, mulai dari asam, manis, pedas, pahit, hingga asin. Bubuk ini terbuat dari campuran kayu manis, bunga lawang, cengkih, sichuan pepper, dan biji adas.

Sebenarnya, gohyong merupakan makanan khas orang Hokkien dan Teochew, atau yang berasal dari Provinsi Fujian. Karena mayoritas orang Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan imigran yang berasal dari Fujian, maka gohyong pun menjadi cukup terkenal di Indonesia.

Sajian ini kemudian mulai tersebar dan terasimilasi dengan budaya setempat, termasuk mengganti isiannya dengan daging yang lebih umum. Selain di Indonesia, gohyong juga cukup terkenal di negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina.

Namun, gohyong di beberapa negara memiliki nama dan keunikan tersendiri. Gohyong di Malaysia terkenal dengan sebutan lo bak.

Selain dengan saus sambal, ada juga yang menyajikan makanan ini bersama saus tauco. Meski mulai langka, tetapi di sisi lain kini gohyong juga lebih variatif. Salah satunya adalah dengan menyajikan gohyong bersama saus madu.

Penulis: Resla Aknaita Chak

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Ketika mendengar kata ‘pernikahan’, sudah pasti kita membayangkan pesta pernikahan yang penuh dengan tamu, berbagai jenis makanan tersedia, serta bersalaman dengan mempelai pria serta wanita. Namun pernikahan bukan hanya tentang acaranya saja, melainkan tujuannya. Menurut KBBI, pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara suami dan istri yang sah dan sesuai dengan ketentuan agama maupun hukum. Sementara menurut Soemiyati (2007 : 8-9), pernikahan merupakan perjanjian tentang ikatan antara seorang pria dan wanita yang bersifat suci dan bertujuan untuk membangun sebuah keluarga. Prosesi dan ritual dari pernikahan tentu merupakan hal yang sakral bagi orang-orang dari berbagai kelompok suku dan etnis yang ada di Indonesia. Setiap dari kelompok maupun etnis tersebut memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain sehingga menciptakan keunikan dalam prosesi pernikahan masing-masing. Salah satu kelompok suku yang memiliki prosesi pernikahan yang cukup unik adalah suku Betawi yang terkenal dengan kekeluargaan, penghormatan terhadap tamu, serta mengungkapkan sesuatu dengan ekspresif.

Sebelum acara pernikahan, diadakan acara selametan untuk mendoakan kelancaran prosesi pernikahan. Prosesi pernikahan adat Betawi mengandung banyak makna dan filosofi. Prosesi diawali dengan Buka palang pintu, sebuah upacara penyambutan pihak mempelai pria oleh pihak mempelai perempuan. Buka palang pintu berarti membuka ‘gerbang’ yang membatasi mempelai pria untuk menemui mempelai wanita yang dijaga oleh tukang pantun dan jawara silat. Menurut kemdikbud.go.id, dahulu proses ini disebut Nyapun yang berarti berkomunikasi dengan sopan santun. Dengan iringan rebana ketimpring yang berisikan salawat, pihak mempelai pria dan wanita saling berbalas pantun sebagai bentuk komunikasi antara satu sama lain. Pantun yang dilontarkan oleh pihak mempelai wanita bertujuan untuk menguji ketangguhan dan kesungguhan dari mempelai pria dalam meminang calon istrinya. Dilanjutkan oleh adu silat atau ‘main pukul’ antara jawara dari pihak laki-laki dan pihak perempuan, berakhir oleh kemenangan dari pihak mempelai pria. Menurut kumparan.com, proses adu silat juga disebut ‘main pukul’ bermakna perlindungan bagi keluarga maupun anak-anaknya, yang dalam hal ini menunjukkan perlindungan dari orang tua terhadap anaknya yang akan menikah. Prosesi pernikahan dilanjut dengan pembacaan Sikeh yaitu bacaan syair Islami yang menandakan kesiapan mempelai pria sebagai kepala keluarga yang berpengetahuan dalam agama.

Prosesi yang begitu panjang ini melambangkan hubungan antara keluarga mempelai pria dengan wanita yang tercipta melalui ikatan pernikahan. Pihak wanita menerima kedatangan dari pihak pria sebagai keluarga baru mereka. Prosesi pernikahan ini juga penting untuk melestarikan budaya Betawi dengan menunjukkan kesenian berupa pantun, silat, dan musik dari rebana. Setelah melaksanakan palang pintu, barulah pihak mempelai pria dapat memasuki rumah mempelai wanita. Pihak mempelai pria akan memberikan seserahan berupa mahar, roti buaya, serta makanan kesukaan dari pihak mempelai wanita. Roti buaya melambangkan kesetiaan yang diberikan oleh mempelai lelaki. Hal ini bertolak belakang dengan julukan ‘lelaki buaya’ di masa sekarang yang memiliki konotasi negatif, biasanya tertuju pada laki-laki yang suka berganti pasangan atau suka memberikan janji palsu. Padahal, buaya merupakan hewan yang setia dan hanya berpasangan sekali. Di beberapa daerah, roti kepiting juga dijadikan sebagai seserahan untuk melambangkan kemakmuran karena kepiting memiliki anak yang banyak,. Upacara seserahan melambangkan kesanggupan mempelai pria dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya kelak.

Sesudah proses seserahan, akad pernikahan akan berlangsung. Akad pernikahan inilah yang menjadi inti dari rangkaian upacara yang dilaksanakan sebelumnya. Terdapat sambutan dari orang tua pengantin, pembacaan ayat suci, lalu ijab Kabul. Sekarang, mempelai lelaki dan wanita sudah sah menjadi suami istri. Namun prosesi pernikahan masih berlanjut. Pengantin wanita akan pindah ke rumah pengantin lelaki tiga hari setelah akad. Pengantin wanita akan diantar oleh keluarganya, dengan membawa hantaran atau seserahan, menuju rumah mertuanya. Prosesi ini disebut juga dengan Pulang Tiga Ari, dan merupakan proses terakhir dari upacara pernikahan adat Betawi.

Saat ini, budaya Betawi sudah mulai langka dilaksanakan. Satu diantara faktor yang menyebabkan jarangnya pelaksanaan upacara pernikahan adat Betawi adalah karena prosesnya yang panjang dan rumit serta membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit. Di zaman yang serba instan ini, orang-orang lebih memilih untuk melakukan hal-hal secara simpel dan mudah karena tidak ingin repot. Perlahan-lahan pernikahan dengan adat Betawi mulai menghilang dan jarang disaksikan, tergerus oleh budaya barat yang lebih kekinian dan populer. Namun sebenarnya, di balik panjang dan rumitnya proses pernikahan dari adat Betawi, terdapat keindahan dan filosofi kehidupan yang perlu diketahui oleh banyak orang khususnya generasi muda Indonesia sebagai pewaris budaya bangsa. Budaya juga merupakan identitas dari sebuah suku dan negara. Hal inilah yang menguatkan eksistensi sebuah kelompok agar tetap bertahan. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah sepatutnya kita mengenal dan melestarikan budaya kita demi menjaga keragaman serta identitas suku bangsa di Indonesia.

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjVuvO3za-CAxUojGMGHZCbCvkQFnoECBYQAQ&url=https%3A%2F%2Fwarisanbudaya.kemdikbud.go.id%2F%3Fnewdetail%26detailTetap%3D222&usg=AOvVaw3Q1Miz80ru1lfDYm_PNT7A&opi=89978449

https://eprints.uny.ac.id/22838/5/4.%20BAB%20II.pdf

https://www.kebudayaanbetawi.com/3601/pulang-tige-ari-dalam-tradisi-betawi/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News